YAYASAN PANTI ASUHAN YATIM PIATU AT-TIN

YAYASAN PANTI ASUHAN YATIM PIATU AT-TIN
YPAYP/GPAY adalah sebuah jembatan bagi setiap orang yang ingin melakukan kebaikan khususnya​ di bidang sosial dalam rangka mencari ridho Allah azawazzalla.

sambungan.MERAMPAS HAK ORANG LAIN SECARA ZHALIM


Jia barang yang dirampas bercampur dengan barang lainnya yang bisa dibedakan seperti gandum dengan sya’ir, maka perampas wajib membersihkannya dan mengembalikannya. Namun jika bercampur dengan barang yang sulit dibedakan, seperti gandum dengan gandum,  perampas wajib mengembalikan barang itu; ada berapa takar atau timbangan ketika diambilnya sebelum dicampur?

Jika dicampur dengan dengan barang yang di bawahnya atau lebih baik darinya atau tidak sejenis, namun sulit dibedakan, maka campuran itu dijual, lalu diberikan seukuran harganya masing-masing. Dan jika barang rampasan berkurang nilainya jika secara terpisah, maka perampas menanggung kekurangannya. Disebutkan oleh para fuqaha,
الْأَيْدِي الْمُتَرَتِّبَةُ عَلَى يَدِ الْغَاصِبِ كُلِّهَا أَيْدِيْ ضَمَانٍ
“Tangan-tangan yang muncul di atas tangan perampas semuanya adalah tangan tanggungan.”
Maksudnya Tangan-tangan di mana barang rampasan berpindah kepadanya melalui jalan perampas semuanya menanggung jika binasa.
Dengan demikian, jika orang kedua mengetahui hakikat sebenarnya dan bahwa orang yang memberikan barang kepadanya adalah perampas, maka ia harus menanggungnya karena ia berbuat zhalim dengan kesengajaan (diketahuinya) tanpa izin pemiliknya. Namun jika orang kedua tidak mengetahui keadaan sebenarnya, maka yang menanggung adalah perampas (orang pertama).

Jika barang rampasan adalah yang biasa disewa, maka perampas wajib mengganti upah semisalnya (standar) selama barang itu berada di tangannya. Karena manfaat adalah harta yang jelas nilainya, maka wajib ditanggung seperti menanggung barang.
Semua tindakan ghaasib (perampas) adalah batal, karena tidak ada izin pemiliknya.
Jika seseorang merampas sesuatu dan ia tidak mengetahui di mana pemiliknya serta tidak mampu mengembalikannya, maka ia bisa serahkan kepada hakim yang akan menaruhnya di tempat yang benar atau ia sedekahkan memakai nama pemiliknya. Sehingga jika disedekahkan, maka pahalanya untuk pemilik barang dan si perampas sudah lepas tanggungan.


Lanjutan : Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut ini merupakan lanjutan pembahasan tentang ghasb atau merampas, mudah-mudahan risalah ini Allah jadikan ikhlas karena-Nya dan bermanfaat.
Haramnya memanfaatkan barang rampasan
Selama ghasb masih haram, maka haram pula dimanfaatkan apa pun bentuknya, dan wajib dikembalikan jika berkembang[1] baik menyatu maupun terpisah. Dalam hadits Samurah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda:
عَلَى الْيَدِ مَا أَخَذَتْ حَتَّى تُؤَدِّيَهُ
"Kewajiban tangan (menggantinya) karena mengambilnya, sampai dikembalikan." (HR. Ahmad, Abu Dawud, Hakim dan dishahihkannya serta Ibnu Majah, namun hadits ini didha'ifkan oleh Syaikh al-Albani dalam Dha’iful Jami’ no. 3737)
Jika ternyata barang itu binasa, maka perampas wajib mengembalikan semisalnya atau senilainya baik binasanya karena tindakannya maupun karena musibah dari langit. Adapun ulama madzhab Maliki berpendapat, bahwa barang, hewan dan lainnya yang tidak dapat ditakar dan ditimbang, maka menggantinya dengan nilainya ketika dirampas dan ternyata binasa.
Sedangkan menurut ulama madzhab Hanafi dan madzhab Syafi'i bahwa orang yang membinasakannya atau merusaknya wajib mengganti yang semisal, dan tidak bisa berpindah kecuali jika tidak ada yang semisal.
Namun mereka sepakat, bahwa barang yang ditakar dan ditimbang apabila dirampas lalu binasa, maka wajib diganti dengan yang semisal jika ada, berdasarkan ayat berikut,
فَمَنِ ٱعۡتَدَىٰ عَلَيۡكُمۡ فَٱعۡتَدُواْ عَلَيۡهِ بِمِثۡلِ مَا ٱعۡتَدَىٰ عَلَيۡكُمۡ‌ۚ
"Barangsiapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu." (QS. Al Baqarah: 194)
Adapun biaya pengembalian betapa pun besar tetap ditanggung oleh si perampas. Jika barang yang dirampas ada yang kurang, maka wajib dibayarkan nilai kurangnya, baik kurangnya pada barang atau pun sifatnya.

Mempertahankan Harta
Seseorang wajib mempertahakan hartanya ketika ada orang lain yang hendak merampasnya. Tentunya perlawanan dilakukan dengan cara yang lebih ringan dahulu, jika ternyata tidak bisa, maka digunakan cara keras meskipun sampai mengakibatkan pertarungan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ قُتِلَ دُونَ مَالِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ، وَمَنْ قُتِلَ دُونَ دِينِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ، وَمَنْ قُتِلَ دُونَ دَمِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ، وَمَنْ قُتِلَ دُونَ أَهْلِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ
"Barangsiapa yang terbunuh karena menjaga hartanya maka dia syahid. Barangsiapa yang terbunuh karena menjaga darahnya, maka dia syahid. Barangsiapa yang terbunuh karena membela agamanya, maka dia syahid dan barangsiapa yang terbunuh karena menjaga keluarganya, maka dia syahid." (HR.  Tirmidzi, ia berkata, "Hadits ini hasan shahih." Dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani.)
Siapa saja yang menemukan hartanya ada pada orang lain, maka dia lebih berhak mengambilnya
Kapan saja barang rampasan ditemukan pada orang lain, maka dia lebih berhak, meskipun si perampas telah menjualnya kepada orang lain itu. Hal itu, karena perampas ketika menjualnya sama saja dalam keadaan tidak memilikinya, sedangkan akad jual beli jika seperti itu tidak sah. Dalam keadaan seperti ini, si pembeli tinggal menuntut uangnya dari si perampas. Abu Dawud dan Nasa'i meriwayatkan dari Samurah secara marfu':
مَنْ وَجَدَ عَيْنَ مَالِهِ عِنْدَ رَجُلٍ فَهُوَ أَحَقُّ بِهِ وَيَتَّبِعُ الْبَيِّعُ مَنْ بَاعَه - أي يرجع المشتري على البائع
"Barangsiapa yang menemukan barangnya ada pada seseorang, maka dia lebih berhak terhadapnya, dan si pembeli mengambil (uangnya) dari si penjual." (namun hadits didha'ifkan oleh Syaikh al-Albani).
Membuka Pintu Sarang
Barangsiapa yang membuka pintu sebuah sangkar yang terdapat burung dan ia membuatnya lari, maka ia wajib mengganti. Namun para ulama berselisih apabila sangkar dibukanya (karena suatu keperluan), lalu burung itu terbang atau melepas ikatan unta, lalu unta itu lari. Abu Hanifah berkata, "Ia tidak wajib mengganti apa pun bentuknya." Sedangkan Imam Malik dan Ahmad berkata, "Ia wajib mengganti, baik keluar langsung atau lambat." Adapun Imam Syafi'i, ia memiliki dua pendapat: pendapat yang lama (qaul qadim) menyatakan bahwa ia secara mutlak harus mengganti. Sedangkan qaul jadid (pendapa yang baru) menyatakan bahwa jika burung itu terbang langsung setelah dibuka, maka wajib diganti, namun jika burung itu diam dulu kemudian terbang, maka tidak mengganti.
Merampas dengan Jalan Pertengkaran dan Sumpah Palsu
Perlu diketahui, bahwa merampas harta itu tidak mesti menguasainya dengan kekerasan. Bahkan bisa juga menguasainya dengan jalan pertengkaran yang batil dan sumpah palsu. Allah berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللهِ وَأَيْمَانِهِمْ ثَمَنًا قَلِيلاً أُوْلاَئِكَ لاَ خَلاَقَ لَهُمْ فِي اْلأَخِرَةِ وَلاَ يُكَلِّمُهُمُ اللهُ وَلاَيَنظُرُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَيُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمُُ
"Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji(nya dengan) Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat bagian (pahala) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat dan tidak (pula) akan mensucikan mereka. Bagi mereka azab yang pedih.” (QS. Ali Imraan: 77)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
فَمَنْ قَضَيْتُ لَهُ بِحَقِّ أَخِيهِ شَيْئًا، بِقَوْلِهِ: فَإِنَّمَا أَقْطَعُ لَهُ قِطْعَةً مِنَ النَّارِ فَلاَ يَأْخُذْهَا
“Barangsiapa yang aku yang berikan sedikit hak saudaranya karena ucapannya, maka sesungguhnya saya memberikan sebuah api kepadanya. Maka janganlah ia ambil.” (HR. Bukhari)
Kesimpulan
Pelaku ghasb (perampas) wajib mengembalikan barang yang dighasb sesuai keadaannya. Jika ia membinasakannya, maka ia wajib menggantinya.
Pelaku ghasb wajib mengembalikan tambahan (hasil) dari sesuatu yang dighasb, baik tambahan itu menyatu dengan barang ghasb maupun terpisah.
Pelaku ghasb apabila melakukan tindakan padsesuatu yang dirampas, baik dengan mengadakan bangunan atau menanam tanaman, maka ia harus mencabutnya jika pemiliknya meminta demikian.
Sesuatu yang dirampas, jika terjadi perubahan, adanya kekurangan atau menjadi murah, maka pelaku ghasb menanggung kekurangan itu.
Semua tindakan perampas adalah batil, jika pemiliknya tidak mengizinkan.
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalhihi wa shahbihi wa sallam.
Oleh: Ustadz Marwan bin Musa
Sumber Artikel www. Yufidia.com
Maraji’: Fiqh Muyassar Fii Dhau'il Kitab was Sunnah (beberapa ulama), Fiqhus Sunnah (Sayyid Sabiq), Al Malkhash Al Fiqhiy (Shalih Al Fauzan), Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan At Tirmidzi dll.
[1] Jika hasil yang duperoleh diusahakan oleh perampas, di antara ulama ada yang berpendapat bahwa hasilnya itu dibagi antara pemilik dan perampas sebagaimana mudhaarabah.

Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalhihi wa shahbihi wa sallam.
Oleh: Ustadz Marwan bin Musa
Maraji’: Fiqh Muyassar Fii Dhau'il Kitab was Sunnah (beberapa ulama), Fiqhus Sunnah (Sayyid Sabiq), Al Mulakhash Al Fiqhiy (Shalih Al Fauzan), Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan At Tirmidzi dll.
Sumber: Yufidia.com
[1] Jika mengambil harta orang lain secara rahasia dari tempat yang terjaga, maka hal itu disebut pencurian. Jika mengambilnya secara kekerasan, maka hal itu adalah muhaarabah dan jika mengambilnya karena menguasai, maka hal itu adalah ikhtilas (jambret) dan jika mengambilnya saat ia diamanahi, maka hal ini disebut khianat.

Tidak ada komentar: